Pertolongan Pertama Psikologis: Seni Mendampingi di Saat Luka Tak Terlihat
Ilustrasi: Pertolongan Pertama Psikologis
Joernalists, Oleh AdinJava - Dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu pasti pernah menghadapi insiden kritis—peristiwa yang secara emosional mengganggu dan meninggalkan luka psikologis yang tak kasat mata.
Tidak seperti luka fisik yang tampak jelas, luka psikologis justru tersembunyi di balik sikap, ucapan, atau reaksi emosional yang kadang tidak kita sadari sebagai bentuk dari stres atau trauma.
Menurut American Psychological Association (APA), insiden kritis bisa berupa konflik di tempat kerja, kehilangan orang terdekat, kecelakaan, hingga pengalaman kekerasan atau bencana alam. Semua ini bisa memicu respons emosional ekstrem seperti marah, sedih, kecewa, atau merasa tidak berdaya.
Mengapa Luka Psikologis Perlu Diatasi dengan Serius?
Stres dari insiden kritis dapat mengarah pada gangguan mental jika tidak ditangani dengan tepat. Sebuah studi dari World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa hampir 1 dari 5 orang yang terdampak oleh krisis kemanusiaan mengalami gangguan mental, baik yang ringan seperti kecemasan dan depresi, maupun yang lebih berat seperti PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).
Maka dari itu, penting bagi kita untuk memahami bagaimana memberikan Pertolongan Pertama Psikologis (Psychological First Aid/PFA), terutama saat orang-orang terdekat kita sedang menghadapi masa-masa sulit.
Tiga Tahapan Kunci dalam Psychological First Aid (PFA)
1. Stabilisasi dan Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Langkah awal dalam PFA adalah memastikan individu berada dalam kondisi yang aman secara fisik dan emosional. Jika seseorang baru saja mengalami kecelakaan atau bencana, kita bisa:
-
Membawanya ke tempat aman.
-
Memberikan air minum atau makanan ringan.
-
Menawarkan bantuan medis jika dibutuhkan.
2. Mendengarkan Aktif (Active Listening): Bukan Sekadar Mendengar
Mendengarkan aktif adalah jantung dari PFA. Ini bukan hanya soal duduk diam saat orang lain berbicara, melainkan:
-
Memberikan perhatian penuh.
-
Menunjukkan empati tanpa menghakimi.
-
Tidak memotong cerita atau memberi saran terburu-buru.
-
Menyadari bahasa tubuh kita agar tidak menciptakan kesan abai.
Penelitian dari Harvard Business Review menunjukkan bahwa mendengarkan aktif dapat meningkatkan kepercayaan, menurunkan stres, dan membantu seseorang memproses emosinya dengan lebih baik.
Contohnya, ketika sahabat Anda pulang kerja dengan emosi karena ditegur atasannya di depan umum, tugas Anda bukan memberi solusi langsung, tetapi hadir, mendengarkan, dan merespons dengan empati seperti, "Kedengarannya kamu merasa sangat dipermalukan. Itu pasti sulit banget." Kalimat sederhana seperti itu bisa membuat seseorang merasa dimengerti.
3. Mendorong Kembali ke Rutinitas
Setelah emosi mulai stabil, bantu individu kembali ke rutinitas harian secara perlahan. Kadang, seseorang butuh dorongan untuk kembali ke kantor, memulai kegiatan sosial, atau sekadar melakukan hobinya.
Jagalah komunikasi secara konsisten. Tanyakan kabarnya, beri ruang jika dia belum ingin bicara, dan tawarkan bantuan profesional bila dibutuhkan. Banyak orang yang akhirnya berani mencari bantuan psikolog karena didorong dan ditemani oleh orang terdekat.
Hal-Hal yang Perlu Dihindari Saat Menemani Orang yang Mengalami Insiden Kritis
-
Jangan memaksa mereka untuk bercerita.
-
Jangan meremehkan perasaan mereka dengan kalimat seperti “Ah, itu cuma sepele.”
-
Jangan menghakimi keputusan atau reaksi mereka.
-
Jangan membandingkan dengan pengalaman pribadi Anda yang mungkin tidak relevan.
Hadirlah dengan Empati, Bukan Solusi
Insiden kritis bisa datang kapan saja dan pada siapa saja. Tugas kita bukan selalu memberi solusi, tetapi memberi ruang aman untuk seseorang memulihkan dirinya sendiri.
Sebuah kehadiran yang tulus, pendengaran yang aktif, dan empati yang tidak menghakimi bisa menjadi penyembuh paling kuat bagi luka yang tak terlihat.
Jika kita semua mampu mempraktikkan PFA dalam kehidupan sehari-hari, kita sedang membangun masyarakat yang lebih peduli, sehat mental, dan resilien menghadapi krisis apa pun.