Demokrasi di Indonesia: Proses Panjang Membangun Kesadaran Kolektif
Ilustrasi: Demokrasi di Indonesia: Proses Panjang Membangun Kesadaran Kolektif
Joernalists, Oleh AdinJava - Sejak lengsernya Presiden Soeharto pada Mei 1998, Indonesia memasuki babak baru dalam sejarah ketatanegaraan—era Reformasi. Berakhirnya rezim Orde Baru menjadi titik awal dari implementasi demokrasi secara lebih terbuka.
Runtuhnya pemerintahan otoriter membawa harapan besar akan hadirnya sistem pemerintahan yang menjamin kebebasan berpendapat, keterbukaan informasi, dan partisipasi rakyat dalam pengambilan kebijakan publik.
Namun, seiring berjalannya waktu, demokrasi yang diperjuangkan dengan penuh semangat ini tidak serta-merta dipahami dan diterapkan secara utuh oleh seluruh elemen bangsa.
Masa Transisi dan Kematangan Demokrasi
Pasca-Soeharto, Indonesia dipimpin oleh sederet tokoh transisi demokrasi: B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Masa pemerintahan mereka menjadi tonggak penting dalam konsolidasi demokrasi: mulai dari pelaksanaan pemilu yang lebih jujur dan adil, desentralisasi kekuasaan lewat otonomi daerah, hingga pembentukan lembaga negara yang mengawasi jalannya pemerintahan seperti KPK dan MK.
Meski demikian, pondasi demokrasi yang ditegakkan kala itu masih terasa seperti “dipaksakan untuk berdiri” tanpa diiringi pemahaman mendalam dari masyarakat mengenai esensi demokrasi itu sendiri.
Demokrasi bukan hanya soal memilih pemimpin lewat pemilu, tetapi tentang kesadaran akan hak dan tanggung jawab sebagai warga negara dalam kehidupan berbangsa.
Demokrasi Bukan Sekadar Kebebasan Berpendapat
Seringkali, demokrasi disalahartikan sebagai kebebasan mutlak tanpa batas. Padahal, demokrasi mengandung nilai keseimbangan antara hak dan kewajiban. Kebebasan berpendapat memang dijamin, tetapi tetap dalam koridor etika dan hukum.
Demokrasi juga menuntut kedewasaan: kemampuan menerima perbedaan, menghargai keputusan bersama, dan menahan diri dari tindakan anarkis.
Kita tidak bisa berbicara tentang demokrasi tanpa menyentuh aspek psikologis dan moral dari individu. Demokrasi membutuhkan pribadi yang bijak, adil, dan dewasa. Sama halnya dalam sebuah rumah tangga,
kepala keluarga harus mampu memimpin tanpa otoriter, menghadapi masalah tanpa menyalahkan orang lain, dan mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan.
Tantangan Demokrasi di Indonesia
Lebih dari dua dekade reformasi, demokrasi Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan serius:
-
Politik uang dan pragmatisme dalam pemilu;
-
Minimnya edukasi politik publik, khususnya di daerah;
-
Kecenderungan populisme dan polarisasi yang memperlemah kohesi sosial;
-
Perilaku elite politik yang otoriter dan tidak transparan, yang mencederai semangat demokrasi.
Menurut indeks demokrasi dari Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia masih tergolong sebagai negara dengan "demokrasi cacat" (flawed democracy), dengan skor yang fluktuatif akibat berbagai dinamika politik dan kualitas kelembagaan.
Demokrasi adalah Tanggung Jawab Bersama
Demokrasi tidak hanya tugas para pemimpin, tetapi juga tanggung jawab seluruh rakyat. Warga negara yang sadar akan perannya akan menjaga kesatuan bangsa, meski di tengah perbedaan pandangan.
Perbedaan bukan ancaman bagi demokrasi—justru itulah nyawanya. Namun, perbedaan harus dibingkai dengan sikap saling menghormati dan menghargai.
Jika kita mendapati pemimpin yang tidak adil, arogan, atau hanya mementingkan citra tanpa memikirkan rakyat, maka kritik dan evaluasi adalah bagian dari demokrasi. Kita berhak bersuara, tetapi harus dengan cara yang bertanggung jawab.
Menatap Masa Depan Demokrasi
Demokrasi Indonesia masih terus tumbuh. Ia bukan sistem yang sempurna, tetapi memberi ruang bagi perbaikan. Pemimpin ideal bukan hanya soal popularitas, tapi soal integritas, kepemimpinan moral, dan kesanggupan mendengarkan suara rakyat.
Sebagai warga negara, mari terus belajar, terlibat, dan tidak sekadar menjadi penonton politik. Demokrasi adalah cermin kedewasaan sebuah bangsa—dan Indonesia layak memiliki demokrasi yang sehat dan bermartabat.
Posting Komentar